SaveBudaya.com – Raja Jacobus Manoppo adalah Raja Bolaang Mongondow yang pertama memerintah setelah mendapati pendidikan di Hoofden School
berlokasi di wilayah Ternate, karena sejak kecil beliau diminta oleh
pedagang VOC kepada Raja Loloda Mokoagow/Datoe Binangkang (ayah dari
Raja Jacobus Manoppo) untuk dibawa dan diberikan pendidikan sekolahan.
Kemudian pada prosesnya ketika Jacobus Manoppo dewasa bersamaan dengan
saat itu intervensi VOC cukup kuat mempengaruhi kebijakan Kerajaan,
kemudian walaupun tidak disetujui ayahnya Jacobus Manoppo diangkat oleh
VOC sebagai Raja Bolaang Mongondow ke–10 yang beragama Katolik,
memerintah sekitar tahun 1691-1720.
Sekitar tahun 1832 saat Pemerintahan di
nakhodai oleh Raja ke-19 yaitu Jacobus Manuel Manoppo, agama islam mulai
masuk di wilayah Kerajaan Bolaang Mongondow. Pada awalnya dibawah oleh
kelompok pedagang dari Daerah Gorontalo yang dipimpin oleh seorang Imam
bernama Imam Tueko. Kelompok Imam Tueko ini masuk dan menyebarkan Islam
ke Bolaang Mongondow melalui Daerah Lipung Simboy Tagadan (saat ini adalah Kelurahan Motoboi Kecil Kecamatan Kotamobagu Selatan Kota Kotamobagu). Kemudian
pada prosesnya, anak dari Imam Tueko yang bernama Syarif Aloewi
dikawinkan dengan putri Raja saat itu. Kondisi ini yang menyebabkan pada
akhirnya seluruh keluarga kerajaan memeluk agama islam dan dianggap
sebagai agama Raja, sehingga seketika itu juga hampir seluruh masyarakat
Bolaang Mongondow memeluk agama islam. Masuk dan berkembangnya agama
Islam saat itu sangat mempengaruhi perkembangan kebudayaan dalam
beberapa segi kehidupan masyarakat. Sekitar tahun 1867 seluruh penduduk
Bolaang Mongondow sudah menjadi satu penduduk dengan bahasa, adat dan
kebiasaan yang sama. (catatan; N.P Wilken & J.A Schwars)
Sekitar tahun 1905 seorang Zendeling dari Negeri Belanda (Nederlands Zendeling Genootschap) bernama
W.Dunnebier datang ke Wilayah Kerajaan Bolaang Mongondow untuk
menyebarkan agama Kristen Protestan. Pada prosesnya beliau bertempat
tinggal di daerah Passi dan mendirikan gereja Katare yang merupakan
bangunan Gereja pertama di Bolaang Mongondow (saat ini tepatnya Gereja tersebut barada didaerah Desa Poopo). W.Dunnebier
merupakan Zendeling yang terlama bermukin di Bolaang Mongondow dan
pulang kembali ke Negeri Belanda pada tahun 1939. Hal yang beliau
tinggalkan antaranya, berhasil menterjemahkan Alkitab Perjanjian lama
dan perjanjian baru ke dalam bahasa mongondow. Disamping fokus utama
untuk menyebarkan kepercayaan Protestan, beliau juga banyak menulis
tentang Bolaang Mongondow, diantaranya :
- Over de Vorsten Van Bolaang Mongondow 1949
- Een Mongondowsh Verhaal met Vertaling en Aanteekeningen 1911
- De Voornaamwoorden in het Bolaang Mongondowsh 1916
- Verhaal Van Een mensch en een slang 1919
- Spraakkunst Van het Bolaang Mongondow 1930
- Verloven en trouwen in Bolaang mongondow 1931
- De Plechtigheid “waterscheppen” in Bolaang Mongondow 1938
- Bolaang Mongondowsch Woordenboek 1951
Disamping itu juga W.Dunnebier berhasil
melakukan kesepakatan kerja sama dengan Raja saat itu untuk membuka
beberapa sekolah rakyat yang dikelola oleh zendeling di beberapa desa
dengan bangunan fisik tiga kelas dan mengambil tenaga-tenaga pengajar
dari daerah Minahasa, antara lain :
- Sekolah Rakyat di desa Nanasi dengan tenaga pengajar Jesaya Rondonuwu dan S. Sondakh
- Sekolah Rakyat di desa Nonapan dengan tenaga pengajar H.Werung dan A.Rembet
- Sekolah Rakyat di desa Mariri Lama dengan tenaga pengajar P.Assa dan Mandagi
- Sekolah Rakyat di desa Kotobangon dengan tenaga pengajar J.Pandegirot dan Tumbelaka
- Sekolah Rakyat di desa Moyag dengan tenaga pengajar F.Tampemawa dan K.Palapa
- Sekolah Rakyat di desa Pontodon dengan tenaga pengajar J.Ngongoloi, K.Tomboken dan W.Tandayu
- Sekolah Rakyat di desa Passi dengan tenaga pengajar Th.Kawuwung dan W.Wuisan
- Sekolah Rakyat di desa Poopo dengan tenaga pengajar S.Saronsong dan J.Mandagi
- Sekolah Rakyat di desa Otam dengan tenaga pengajar J.Kodong dan S.Supit
- Sekolah Rakyat di desa Motoboi Besar dengan tenaga pengajar S.Mamesah, A.Kuhu dan K. Angkow
- Sekolah Rakyat di desa Kopandakan dengan tenaga pengajar H.Lumanauw dan P.Kamasi
- Sekolah Rakyat di desa Poyowa Kecil dengan tenaga pengajar D.Matindas dan Gumogar
- Sekolah Rakyat di desa Mongkonai dengan tenaga pengajar F.A.Najoan dan A.Sumanti
- Sekolah Rakyat di desa Pobundayan dengan tenaga pengajar Th.Masinambouw dan A.Supit
Diikuti dengan pada tahun1911 didirikan sebuah Sekolah berbahasa Belanda di Kotamobagu, yaitu Hollands Inlandshe School (H.I.S) dengan Kepala Sekolah Adrian Van Der Endt. Kemudian pada tahun 1912 di daerah dumoga dibuka sekolah Zendeing dengan tenaga pengajar Jesaya Tumurang dan
pada tahun 1926 dibuka Sekolah Rakyat di desa Tabang, Tungoi, Poigar,
Matali dan Lolak. Pada tahun1926 juga diupayakan untuk membuka
Sekolah-sekolah Rakyat yang dikelola oleh Balai Pendidikan dan
Pengajaran Islam (BPPI), dengan tenaga pengajar didatangkan dari daerah
Jogyakarta antara lain : Mohammad Syafii Wirakusuma, Sarwoko, R. Ahmad Hardjodiwirdjo, Sukirman, Sumardjo, Surjopranoto, dan Muhammad Djazulli Kartawinata. Ditambah denganbeberapa tenaga pengajar yaitu : Ali Bakhmid dari Manado, Usman Hadju dari Gorontalo dan Mohammad Tahir dari Sangihe Talaud. (catatan; Drs.L.Th.Menus)
Perkembangan Pendidikan yang dikelola
BPPI berkembang sangat pesat sehingga kemudian pada tahun 1931 dibuka
sebuah H.I.S di Desa Molinow. Untuk memenuhi kebutuhan guru atas
sekolah-sekolah yang dikelola BPPI, maka pada tahun 1937 di molinow
dibuka sekolah guru yaitu Kweekschool. Pada proses perkembangan sekolah di Bolaang Mongondow pada akhirnya mulai dibangun sekolah-sekolah swasta seperti : Particuliere Schakel School yang dibuka oleh A.C Manoppo dan sekolah Neutrale Perticuliere School yang
dibuka oleh A.E Lewu, yang berlangsung sampai tahun 1944. Pada saat
perang dunia ke-2 ketika Jepang masuk ke Indonesia, sebuah sekolah
Samurai juga pernah dibuka pada tahun1925 namun tidak lama beroperasi.
Pada tahun1911 sekitar bulan April
terjadi perpindahan Ibu Kota Bolaang Mongondow yang awalnya berada di
kaki gunung Sia’ dekat Desa Poopo dengan nama Kotabaru, oleh Contreleur F.Junius (bertugas di Bolaang Mongondow 1910-1915) dipindahkan ke posisi saat ini dengan nama Kotamobagu. Perpindahan tersebut diikuti dengan didirikannya Rumah Sakit di Kotamobagu. (saat ini masih beroperasi dan dikenal dengan nama Rumah Sakit Umum Datoe Binangkang)
Masuk dan berkembangnya Agama dan
Pendidikan di Bolaang Mongondow, merubah sistem kehidupan sosial budaya
masyarakat. Seperti mulai mengenal tata cara pengelolaan tanah pertanian
dan sistem bercocok tanam, adat dan kebiasaan seperti pernikahan,
kematian mulai teratur, bahkan sarana perhubungan dan sistem komunikasi
mulai diatur dan berlaku. Pada akhirnya masyarakat mulai mengenal mata
uang dan sudah mulai melakukan proses jual beli bahan-bahan hasil
pertanian dan peternakan.
Sekitar tahun 1970-an Bolaang Mongondow
melakukan pengenalan-pengenalan budaya seperti Rumah Adat ke Pemerintah
Pusat, lewat Bapak Alex Wetik, yang berlanjut sekitar tahu1972
Rumah Adat Bolaang Mongondow dibangun di Taman Mini Indonesia Indah
sebagai bagian dari Budaya Nasional.
Sumber : http://www.savebudaya.com/sejarah/masuknya-agama-dan-pendidikan-ke-wilayah-kerajaan-bolaang-mongondow/
0 komentar:
Posting Komentar